Jumat, 19 Desember 2008

Pengelolaan Kelas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inti kegiatan suatu sekolah atau kelas adalah proses belajar mengajar (PBM). Kualitas belajar siswa serta para lulusan banyak ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan PBM tersebut atau dengan kata lain banyak ditentukan oleh fungsi dan peran guru. Pada dewasa ini masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan PBM. Seringkali muncul berbagai keluhan atau kritikan para siswa, orang tua siswa ataupun guru berkaitan dengan pelaksanaan PBM tersebut.

Keluhan-keluhan itu sebenarnya tidak perlu terjadi atau setidak-tidaknya dapat diminimalisasikan, apabila semua pihak dapat berperan, terutama guru sebagai pengelola kelas dalam fungsi yang tepat. Sementara ini pemahaman mengenai pengelolaan kelas dipahami sebagai pengaturan ruangan kelas yang berkaitan dengan sarana seperti tempat duduk, lemari buku, dan alat-alat mengajar. Padahal pengaturan sarana belajar mengajar di kelas hanyalah sebagian kecil saja, yang terutama adalah pengkondisian kelas, artinya bagaimana guru merencanakan, mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik.

Pengelolaan kelas merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh guru. Pengelolaan kelas merupakan hal yang berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), di dalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas (http:akhmadsudrajat. 2008. com)

Dalam pengelolaan kelas ada dua subjek yang memegang peranan yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengelola, sebagai pemimpin mempunyai peranan yang lebih dominan dari siswa. Motivasi kerja guru dan gaya kepemimpinan guru merupakan komponen yang akan ikut menentukan sejauhmana keberhasilan guru dalam mengelola kelas.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba membuat sebuah makalah yang berisi tentang pengelolaan kelas yang dapat digunakan sebagai acuan oleh para kepala sekolah, para guru, praktisi pendidikan agar dapat mencapai keberhasilan KBM yang dilaksanakan di semua jenjang pendidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian pengelolaan kelas ?

2. Bagaimanakah peran guru sebagai pengelola ?

3. Bagaimana keterampilan mengelola kelas ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian pengelolaan kelas !

2. Untuk mengetahui peran guru sebagai pengelola !

3. Untuk mengetahui keterampilan mengelola kelas !


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengelolaan Kelas

Salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang guru, pengajar, trainer atau tutor adalah keterampilan dalam mengelola kelas. Semakin baik keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru atau trainer dalam mengelola kelas maka proses KBM akan berjalan dengan baik dan tujuan akan tercapai. Namun sebaliknya jika seorang guru atau trainer tidak memiliki atau kurang mampu mengelola kelas maka proses KBM tidak akan berjalan dengan baik, dan hal ini berakibat pada ketidaktercapain pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pengelolaan kelas dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai classroom management, itu berarti istilah pengelolaan identik dengan manajemen. Pengertian pengelolaan atau manajemen pada umumnya yaitu kegiatan-kegiatan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian (Surjana, A. 2004, dalam majalah Penabur).

Pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), di dalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas (http:akhmadsudrajat. 2008. com).

Menurut Surjana, A (dalam majalah Penabur. 2004) pengelolaan kelas didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan guru dalam upaya menciptakan kondisi kelas agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Tindakan-tindakan yang perlu dilakukan guru dalam menciptakan kondisi kelas adalah melakukan komunikasi dan hubungan interpersonal antara guru-siswa secara timbal balik dan efektif, selain melakukan perencanaan atau persiapan mengajar.

Pengertian lain pengelolaan kelas dikemukakan oleh Sanjaya (2008 : 44) pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal yang dapat mengganggu suasana pembelajaran.

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas, seperti yang dikutip dari Mulyasa, E. (2007 : 91) adalah (1) kehangatan dan keantusiasan (2) tantangan (3) bervariasi (5) penekanan pada hal-hal yang positif, dan (6) penanaman disiplin diri.

B. Guru Sebagai Pengelola Kelas

Guru atau trainer sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas, orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek siswa, orang yang menentukan dan mengambil keputusan dengan strategi yang akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pula yang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul.

Guru atau trainer dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas, perlu merencanakan dan menentukan pengelolaan kelas yang bagaimana yang perlu dilakukan dengan memperhatikan kondisi kemampuan belajar siswa atau peserta pelatihan serta materi pelajaran yang akan diajarkan di kelas tersebut. Menyusun strategi untuk mengantisipasi apabila hambatan dan tantangan muncul agar proses belajar mengajar tetap dapat berjalan dan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.

Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru atau trainer berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa atau peserta pelatihan.

Menurut Ivor K. Devais, dalam (Sanjaya, W. 2008 : 24) salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru. Dalam hubungannya dengan pengelolaan pembelajaran, Alvin C. Eurich menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru, seperti yang dikutip dari (Sanjaya, W. 2008 : 24) sebagai berikut :

1. Segala sesuatu yang dipelajari oleh siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri

2. Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing

3. Seorang siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement.

4. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti

5. Apabila siswa diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar

Lebih lanjut Sanjaya, W menjelaskan (2008 : 24 – 25) dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan, yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai sumber belajar itu sendiri. Sebagai manajer, guru memiliki empat fungsi umum, yaitu :

a. Merencanakan tujuan belajar

b. Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar

c. Memimpin, yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa

d. Mengawasi segala sesuatu, apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaian tujuan

Fungsi-fungsi di atas, dijelaskan masing-masing oleh Sanjaya, W. (2008 : 25-26) sebagai berikut : fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya meliputi memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus kegiatan pembelajaran, menentukan topik-topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber-sumber yang diperlukan.

Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujudkan tujuan program pendidikan yang telah direncanakan. Pengorganisasian, pengaturan sumber-sumber, hanyalah alat atau sarana saja untuk mencapai apa yang harus diselesaikan. Tujuan akhirnya adalah membuat agar siswa dapat bekerja dan belajar bersama-sama.

Fungsi memimpin atau mengarahkan adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin ini adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, mengawasi murid, sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan akhirnya adalah untuk membangkitkan motivasi dan mendorong murid-murid sehingga mereka menerima dan melatih tanggung jawab untuk belajar mandiri.

Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan keputusan yang terstruktur, walaupun proses tersebut mungkin sangat kompleks, khususnya bila mengadakan kegiatan remedial.

C. Keterampilan Mengelola Kelas

Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran (Mulyasa, E. 2007 : 91).

Sudrajat, A. (2008) terdapat dua macam masalah pengelolaan kelas, yaitu :

1. Masalah individual, meliputi :

§ Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian)

§ Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan)

§ Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam)

§ Helplessness (peragaan ketidakmampuan)

Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok

2. Masalah kelompok, diantaranya :

o Kelas kurang kohesif, karena alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya.

o Penyimpangan dari norma-norma perilaku yang telah disepakati sebelumnya

o Kelas mereaksi secara negatif terhadap salah seorang anggotanya

o ”Membombong” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok

o Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap

o Semangat kerja rendah atau semacam aksi protes kepada guru, karena menganggap tugas yang diberikan kurang fair. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru

Keterampilan mengelola kelas memiliki komponen, seperti yang dikutip dari Mulyasa, E. (2007 : 91 -92) sebagai berikut :

1. Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal

a. Menunjukan sikap tanggap dengan cara : memandang secara seksama, mendekati, memberikan pernyataan dan memberi reaksi terhadap gangguan di kelas

b. Membagi perhatian secara visual dan verbal

c. Memusatkan perhatian kelompok dengan cara menyiapkan peserta didik dalam pembelajaran

d. Memberi petunjuk yang jelas

e. Memberi teguran secara bijaksana

f. Memberi penguatan ketika diperlukan

2. Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal

a. Modifikasi perilaku

o Mengajarkan perilaku baru dengan contoh dan pembiasaan

o Meningkatkan perilaku yang baik melalui penguatan

o Mengurangi perilaku buruk dengan hukuman

b. Pengelolaan kelompok dengan cara (1) peningkatan kerjasama dan keterlibatan, (2) menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul

c. Menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah

· Pengabaian yang direncanakan

· Campur tangan dengan isyarat

· Mengawasi secara ketat

· Mengakui perasaan negatif peserta didik

· Mendorong peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya

· Menjauhkan benda-benda yang dapat mengganggu konsentrasi

· Menyusun kembali program belajar

· Menghilangkan ketegangan dengan humor

· Mengekang secara fisik

Beberapa jenis perilaku yang dapat mengganggu iklim belajar mengajar seperti yang dikutip dari Sanjaya, W (2008 : 44 – 47 ) diuraikan sebagai berikut :

a. Tidak adanya perhatian

Perilaku tersebut biasanya ditunjukkan oleh tindakan-tindakan tertentu misalnya mengobrol ketikan guru sedang menjelaskan atau melakukan aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan materi pelajaran seperti membaca buku atau majalah, malah sering ditemukan ada siswa yang sengaja menggambar wajah guru yang sedang mengajar.

Perilaku yang ditunjukkan oleh siswa tersebut bersumber dari kurangnya motivasi belajar siswa, yang dapat didorong oleh :

§ Siswa menganggap tidak penting terhadap materi pelajaran yang sedang dibahas

§ Siswa merasa telah memiliki kemampuan dan pemahaman akan materi pelajaran yang sedang dibahas.

§ Siswa merasa bosan atau tidak sesuai dengan pola mengajar yang diterapkan guru

§ Siswa memandang guru kurang menguasai bahan pelajaran yang sedang disajikan

b. Perilaku mengganggu

Perilaku mengganggu bisa dilakukan oleh siswa secara individual atau oleh kelompok siswa. Perilaku ini biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala tingkah laku seperti meniru ucapan atau kalimat guru secara sengaja, mengucapkan kata-kata ’uuuuhhh” manakala ada siswa yang bertanya atau mengeluarkan pendapat, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang semestinya tidak perlu ditanyakan, mencemooh siswa, melakukan gerakan-gerakan fisik yang bersifat mengganggu terhadap siswa lain dan sebagainya.

Perilaku mengganggu dapat muncul dari beberapa faktor, diantaranya :

· Kondisi psikologi siswa ingin diperhatikan atau MPO (mencari perhatian orang)

· Siswa pernah mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan dari guru, sehingga secara tidak sadar ia mempunyai perasaan semacam balas dendam

Tehnik-tehnik yang dilakukan dalam pengelolaan kelas untuk menghindari perilaku-perilaku yang dapat mengganggu antara lain :

1. Penciptaan kondisi belajar yang optimal

2. Menunjukkan sikap tanggap

Memberikan kesan tanggap ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :

Ø Memberikan komentar baik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajari maupun terhadap perilaku siswa.

Ø Menjaga kontak mata, artinya setiap saat guru perlu memerhatikan siswa melalui pandangan secara terus-menerus.

Ø Gerak mendekat, artinya guru perlu memberi perhatian khusus baik kepada individu maupun kepada kelompok.

c. Memusatkan perhatian

Kondisi belajar mengajar akan dapat dipertahankan manakala selama proses berlangsung guru bisa mempertahankan konsentrasi belajar siswa.

Pemusatan perhatian dapat dilakukan dengan :

v Memberikan ilustrasi-ilustrasi secara visual, misalnya dengan mengalihkan pandangan dari satu kegiatan ke kegiatan lain tanpa memutuskan kontak pandang baik terhadap kelompok maupun terhadap individu siswa

v Memberikan komentar secara verbal melalui kalimat-kalimat yang segar tanpa keluar dari konteks materi pelajaran yang sedang dibahas.

d. Memberikan petunjuk dan tujuan yang jelas

Siswa akan belajar dengan perhatian penuh manakala memahami tujuan yang harus dicapai serta mengerti apa yang harus dilakukan.

e. Memberi teguran dan penguatan

Teguran diperlukan sebagai upaya memodifikasi tingkah laku. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menegur diantaranya :

ü Menegur diarahkan kepada siswa yang benar-benar mengganggu kondisi kelas dengan perilaku yang menyimpang

ü Menegur dilakukan secara verbal dengan menghindari peringatan-peringatan yang kasar atau bertedensi menghina atau mengejek.

Sebaiknya penguatan perlu dilakukan kepada siswa yang memberikan respon positif dengan memberikan pujian atau penghargaan baik secara verbal atau komentar-komentar yang wajar maupun melalui isyarat-isyarat yang menyejukkan dan menyenangkan.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal yang dapat mengganggu suasana pembelajaran.

Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru atau trainer berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa atau peserta pelatihan.

Beberapa jenis perilaku yang dapat mengganggu iklim belajar mengajar antara lain : (1) tidak adanya perhatian (2) perilaku mengganggu (3) memusatkan perhatian (4) memberikan petunjuk dan tujuan yang jelas dan (5) memberi teguran dan penguatan.

Keterampilan mengelola kelas dilakukan dengan cara, antara lain :

  1. Mengelompokkan tingkah laku siswa atau warga belajar
  2. Mengarahkan kegiatan siswa atau warga belajar
  3. Melibatkan partisipasi siswa atau warga belajar dalam proses belajar mengajar
  4. Pemberian tuga dan mengawasinya sesuai dengan kemampuan siswa atau warga belajar
  5. Mengenali kelemahan dan kelebihan siswa atau warga belajar
  6. Merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan mengevaluasi
  7. Kegiatan pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006. Petunjuk Teknis Micro Teaching dalam Proses Pembelajaran Kursus. Jakarta : Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal

http : // Ahmadsudrajat. Wordpress. Com / 2008/01/24/ Tehnik – Pengelolaan – Kelas

Mulyasa. E. 2007. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan) Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Surjana, A. 2004. Efektivitas Pengelolaan Kelas. Dalam Jurnal Pendidikan Penabur. No.02/Th.III/Maret 2004. www. Id. Com

Evaluasi Meta

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan suatu program atau pendidikan sudah terealisasikan. Evaluasi program juga dapat didefinisikan sebagai upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambilan keputusan.

Setiap evaluasi sedikit banyak mengandung bias dari keputusan yang diambil evaluator tentang apa yang akan diuji, instrumen yang dipakai, kepada siapa akan dibicarakan, dan siapa yang mendengar, semua mempengaruhi hasil evaluasi. Bahkan latar belakang pribadi evaluator, pendidikan, dan pengalaman juga mempengaruhi cara evaluasi dilaksanakan.

Seorang evaluator dalam melaksanakan suatu evaluasi agar dapat memperoleh hasil evaluasi yang sebaik-baiknya harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya; (1) memahami materi yaitu memahami tentang seluk beluk program yang dievaluasi, (2) menguasai tehnik, yaitu menguasai cara-cara atau tehnik yang digunakan dalam melaksanakan evaluasi program, (3) obyektif dan cermat, dan (4) jujur dan dapat dipercaya. Apabila seorang evaluator yang melakukan evaluasi suatu program tetapi tidak memenuhi persyaratan tersebut tentunya hasil evaluasi yang diperoleh hasilnya tidak efisien dan akurat serta tidak dapat dipercaya .

Baik evaluator maupun klien harus sadar akan bias pada evaluasi. Evaluator, karena standar pribadi dan reputasi dirinya juga akan diuji klien karena ia tidak mau mempertaruhkan uang maupun kebijaksanaannya untuk evaluasi yang di bawah target. Keduanya akan menderita kerugian banyak apabila ternyata evaluasi tidak efisien. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan evaluasi di atas maka suatu evaluasi harus dievaluasi kembali, evaluasi semacam ini yang kemudian kita kenal dengan nama evaluasi meta. Oleh sebab itu evaluasi meta atau mengevaluasi penting adanya.

B. Tujuan Penulisan

Bagian ini dirancang untuk memperkenalkan apa yang dimaksud dengan evaluasi meta serta langkah-langkah pelaksanaannya. Pembahasannya ditekankan pada pengertian evaluasi meta dan siapa yang melakukan evaluasi meta. Sama juga seperti mengevaluasi proyek atau porgram, evaluasi juga dapat dievaluasi yang disebut evaluasi meta. Tuntutan untuk seorang evaluator tinggi, tetapi tuntutan terhadap seorang evaluator meta lebih tinggi.

Pembahasan berikutnya diarahkan pada pengenalan standar yang dipakai dalam mengevaluasi meta dan petunjuk umum melaksanakan evaluasi meta. Ada empat standar yang dipakai dalam evaluasi meta; utility standard, feasibility standard, propriety standards dan accuracy stadard.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Evaluator Evaluasi Meta

Evaluasi meta adalah mengevaluasi suatu evaluasi, yang dapat dilakukan bersama kegiatan evaluasi biasa atau rutin untuk perbaikan sehingga evaluasi akan bertambah baik. Evaluasi meta dapat dilakukan ketika sedang mengevaluasi atau sesudah evaluasi selesai, dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan.

Evaluasi meta dilakukan berdasarkan pengetahuan bahwa evaluasi merupakan pelajaran pengalaman bagi mereka yang terlibat, sehingga evaluasi dapat dikembangkan selagi dalam proses, dan evaluasi berikutnya dapat lebih berhasil. Evaluasi meta dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Evaluasi meta eksternal yaitu evaluasi yang dilakukan konsultan dari luar program, dapat dipakai untuk melihat kebenaran dan menilai desain evaluasi, melihat keprogresan program, serta untuk lebih meyakinkan dan lebih dapat dipercaya. Laporan evaluasi meta internal, misalnya apabila disertai dengan laporan evaluasi meta eksternal akan manjadi lebih dipercaya. Memakai evaluator eksternal juga dapat memberikan dasar yang kuat untuk merevisi desain evaluasi dan merevisi pekerjaan yang sedang dilakukan atau melaporkan evaluasi. Apabila evaluasi sudah selesai, evaluasi ini dapat menolong Anda menentukan sejauhmana kebenaran hasil evaluasi tersebut.

Prosedur meta evaluasi internal tidak terlalu formal, dapat dipakai untuk merevisi suatu evaluasi dan juga dapat menolong Anda untuk terus dapat mengikuti kegiatan proses evaluasi (keep track). Usaha evaluasi meta juga dapat membuat Anda terus terlibat dan bertanggung jawab, dan akan menambah kepercayaan atas evaluasi. Evaluasi meta dilakukan apabila Anda ingin mengamati dan meneliti desain dan fungsi evaluasi Anda. Evaluasi meta dapat dilakukan kapan saja, mulai dari ketika evaluasi dalam tahap perencanaan, ketika evaluasi dalam proses, dan bahkan pada saat evaluasi sudah selesai dilakukan.

Seorang evaluator evaluasi meta harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam melakukan evaluasi, ia tidak hanya harus kompeten dalam melakukan evaluasi yang pokok, ia juga harus dapat mengetahui bahwa evaluasi itu jelek atau baik dan meyakinkan kepada orang lain akan hasil evaluasinya.

Brinkerhoff & Cs (1983) mengatakan bahwa evaluator meta eksternal biasanya lebih banyak dipilih daripada yang internal, karena orang luar mungkin dianggap lebih obyektif dan lebih terpercaya. Hal ini penting apabila Anda memikirkan reaksi orang-orang luar atas evaluasi Anda. Apabila evaluasi meta hanya untuk orang-orang dalam, maka evaluasi eksternal (dari kantor lain, orang dari bagian lain yang tidak ada hubungan langsung dengan proyek yang digarap, tetapi tetap dari departemen atau organisasi yang sama) dapat juga merupakan kesempatan yang baik untuk memperoleh pandangan yang segar.

Menurut Worthen, Blain R & James R. Sanders (1987), orang-orang yang patut melakukan evaluasi meta yaitu :

a. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator sendiri (original evaluator).

b. Evaluasi meta dilakukan oleh pemakai evaluasi.

c. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator ahli

B. Standar yang Dipakai untuk Evaluasi Meta

Evaluasi program dapat diketahui apakah baik atau buruk, maka Anda memerlukan sejumlah kriteria atau standar sebagai dasar pertimbangan. Ada beberapa kriteria dan standar yang telah ada untuk menilai evaluasi, yaitu Standar for Evaluations of Educational Programs, and Materials yang dibuat oleh The Joint Commette on Standard for Educational Evaluation. Standar ini digolongkan menjadi tiga puluh standar atas empat domain evaluasi yaitu utility (evaluasi harus berguna dan praktis), feasibility (evaluasi harus realistik dan bijaksana), propriety (evaluasi harus dilakukan dengan legal dan etik), dan accuracy (evaluasi harus secara tehnik adekuat). Daftar standar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Utility Standar

Utility Standar dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan memberikan informasi yang praktis yang diperlukan oleh audiensi. Kriterium standar tersebut adalah :

1.1. Audience Identification

Audiensi yang terlibat dan akan dipengaruhi oleh evaluasi diidentifikasi, sehingga kebutuhan mereka terpenuhi.

1.2. Evaluator Credibility

Orang-orang yang melakukan evaluasi harus orang yang jujur dapat dipercaya dan mampu melakukan evaluasi, sehingga penemuannya dapat dipercaya dan dapat diterima.

1.3. Information Scope and Selection

Informasi yang dikumpulkan harus dibatasi dan dipilih sedemikian rupa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah direncanakan dan menjawab kebutuhan serta minat audiensi.

1.4. Valuational Interpretation

Perspektif, prosedur, dan rasional yang dipakai untuk menafsirkan penemuan yang dijelaskan dengan hati-hati dan cermat sehingga dasar pertimbangan yang dipakai jelas.

1.5. Report Clarity

Laporan evaluasi harus menjelaskan objek yang sedang dievaluasi, konteks, tujuan, prosedur, dan penemuan evaluasi, sehingga audiensi akan mengetahui apa yang sedang dikerjakan, mengapa dikerjakan, informasi apa yang ada, apa kesimpulannya, dan apa saran-saran yang diberikan.

1.6. Report Dissemination

Penemuan evaluasi harus disebarkan kepada klien. Audiensi berhak mengetahui agar mereka dapat menilai dan memakai penemuan.

1.7. Report Timeliness

Memberikan laporan harus tepat waktu, supaya audien dapat memakai informasi sebaik-baiknya pada saat yang tepat.

1.8. Evaluation Impact

Evaluasi harus direncanakan dan dilakukan dengan cara sedemikian rupa sehingga mendorong audiensi yang lain ikut serta.

2. Feasibility Standards

Feasibility Standards dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan realistik, bijaksana, diplomatik, dan cermat, sebagai berikut :

2.1. Practical Procedur

Prosedur evaluasi harus praktis, sehingga gangguan dapat dihindari dan informasi yang diperlukan dapat diperoleh dengan lancar.

2.2. Political Viability

Evaluasi harus direncanakan dan dilakukan dengan memperkirakan perbedaan posisi dan kondisi di antara kelompok yang berminat, sehingga kerjasama dengan mereka dapat dilakukan dan segala kemungkinan kelompok untuk mengurangi manfaat, bias, salah pakai atau salah tafsir dapat dihindari.

2.3. Cost Effectiveness

Evaluasi harus memberikan informasi yang mutunya cukup untuk mewakili sumber-sumber yang ada.

3. Propriety Standards

Propriety Standards dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan dilakukan dengan legal dan etik demi kepentingan dan keamanan mereka yang terlibat, dan juga bagi mereka yang akan dipengaruhi oleh hasilnya. Standard tersebut adalah :

3.1. Formal Obligation

Kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pihak tertentu harus tertulis dan disetujui oleh mereka (apa yang harus dilakukan, bagaimana, oleh siapa, dan kapan) serta harus ditaati.

3.2. Conflict of Interest

Minat yang berlawanan sering sulit dihindari, harus diatasi dengan terbuka dan musyawarah, sehingga tidak akan mempengaruhi proses atau hasil evaluasi.

3.3. Full and Frank Disclosure

Laporan evaluasi lisan maupun tertulis harus dibuat terbuka, langsung, dan jujur dalam mengungkapkan penemuan, termasuk keterbatasan-keterbatasan evaluasi.

3.4. Public’s Right to Know

Pihak pemakai formal evaluasi harus menghormati hak masyarakat untuk mengetahui dalam batas-batas tertentu, seperti keselamatan dan hak pribadi.

3.5. Right of Human Subject

Evaluasi harus didesain dan dilakukan sehingga hak dan pribadi manusia terlindung.

3.6. Human Interaction

Evaluator harus menghormati harkat manusia dan saling menghargai dalam pergaulan juga dalam hal-hal yang berhubungan dengan evaluasi.

3.7. Balanced Reporting

Evaluasi harus lengkap dan fair, tidak hanya menampilkan kelebihan-kelebihannya, tetapi juga keterbatasan-keterbatasan yang ada pada program, sehingga keterbatasan tersebut akan dapat diatasi atau dikurangi.

3.8. Fiscal Responsibility

Biaya yang dipakai oleh evaluator dalam menjalankan tugasnya harus ada pertanggungjawabannya secara etik dan hukum.

4. Accuracy Standards

Standar akurasi ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan menyajikan informasi yang secara tehnik adekuat tentang objek yang dievaluasi dan tentang kegunaan atau manfaatnya. Standar tersebut adalah :

4.1. Objek Identification

Objek evaluasi (program, proyek, materi) harus dipelajari sungguh-sungguh, sehingga komponen-komponen di dalam proyek dapat diidentifikasikan dengan jelas.

4.2. Contect Analysis

Konteks di mana program, proyek, atau materi berada harus dipelajari sampai rinci, sehingga pengaruhnya dalam evaluasi dapat diidentifikasi.

4.3.Discribed Purposes and Procedure

Tujuan dan prosedur evaluasi harus terus dimonitor dan diterangkan sampai rinci, sehingga dapat diidentifikasi dan dinilai.

4.4. Defensible Information Sources

Sumber-sumber informasi harus diterangkan sampai rinci, sehingga adekuasi informasi dapat dinilai.

4.5. Valid Measurement

Instrumen dan prosedur pengumpulan data harus dipilih dan dipakai sedemikian rupa sehingga penafsiran valid, dan tepat.

4.6. Reliable Measurement

Instrumen dan pengumpulan data harus dipilih dan dikembangkan sehingga realibilitasnya terjamin.

4.7.Systematic Data Control

Pengumpulan data, proses, dan laporan dalam evaluasi harus direviu, dan dikoreksi sehingga hasil evaluasi tidak akan dicela.

4.8. Analysis of Quantitative Information

Informasi evaluasi kuantitatif harus dianalisis secara sistematis untuk meyakinkan penafsiran yang didukungnya.

4.9. Analysis of Qualitative Information

Informasi evaluasi kualitatif harus dianalisis secara sistematis untuk meyakinkan penafsiran yang didukungnya.

4.10. Justified Conclutions

Kesimpulan dibuat harus secara eksplisit, sehingga audiensi dapat menilainya.

4.11. Objective Reporting

Prosedur evaluasi harus dibuat seaman mungkin sehingga penemuannya dapat terlindung dari pencemaran dan kerusakan dari perasaan pribadi dan bias dari pihak manapun.

C. Petunjuk Umum dan Langkah-langkah Melakukan Evaluasi Meta

Evaluator disarankan untuk meminta evaluator internal dan evaluator eksternal mereviu evaluasi pada saat-saat tertentu yaitu pada saat rencana evaluasi, pada interval-interval dalam periode-periode tertentu saat evaluasi masih dalam proses untuk mengidentifikasi masalah-masalah, dan pada akhir evaluasi. Juga diminta untuk mereviu penemuan dan laporan serta memeriksa prosedur dan kesimpulan. Banyak evaluator meminta evaluator internal dan eksternal untuk mereviu evaluasinya.

Reviu internal dapat dilakukan oleh dewan penasehat evaluasi. Sedang apabila evaluasi dalam proses, evaluator dapat meminta pendapat para pemegang saham dan para karyawan program meminta reaksi mereka terhadap rencana evaluasi, implementasinya, waktunya, dan biaya setiap kegiatan evaluasi, serta revisi apabila ada. Kesemua ini merupakan laporan progres evaluasi yang amat berguna bagi klien.

Reviu eksternal paling baik dilakukan oleh pihak luar yang tak berminat akan hasil evaluasi yang telah mempunyai pengalaman dalam evaluasi yang serupa. Bila evaluator eksternal dipanggil sedini mungkin, mereka dapat diminta bantuan untuk melihat desain program dan meminta rekomendasinya untuk memperkuat desain. Pengamat eksternal dapat membantu urusan tehnik selama proses evaluasi dan pada akhir evaluasi, melihat prosedur, penemuan, dan laporan evaluasi. Pengamat eksternal mungkin dapat merencanakan kunjungan pada periode reviu untuk lebih dapat mengenal dan melihat dari dekat fail, instrumen, data, laporan, dan audiensi. Pekerjaan ini menuntut pengetahuan tentang mengapa dan di mana menilai informasi evaluasi yang penting. Evaluator harus dapat memperlihatkan bagaimana evaluasi mengikuti rekomendasi dari pengamat eksternal.

Langkah-langkah melakukan evaluasi meta, sebuah desain evaluasi yang dikemukakan oleh Worthen, Blain R, dan James R. Sanders (1983) sebagai berikut :

1. Siapkan satu salinan desain yang siap untuk direviu. Evaluasi meta formatif disarankan sesegera mungkin setelah desain selesai dirumuskan supaya reviu produktif.

2. Tentukan siapa yang akan melakukan evaluasi meta.

3. Pastikan bahwa ada hak untuk melakukan evaluasi meta.

4. Gunakan standar atau kriteria meta evaluasi untuk melakukan evaluasi meta.

5. Gunakan kriteria atau standar evaluasi pada desain Anda.

6. Periksa kecermatan desain evaluasi (adequacy). Tidak ada satu desainpun yang sempurna. Oleh sebab itu, perlu dilihat kembali apakah desain perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi program.

D. Masalah Evaluasi dan Cara Pemecahannya

Permasalahan evaluasi merupakan hal penting yang harus dijelaskan terlebih dahulu dalam pembuatan evaluasi. Hal ini wajar karena pada intinya suatu evaluasi dibuat adalah menjawab suatu permasalahan. Adanya kegiatan evaluasi dikarenakan adanya suatu masalah yang ingin dipecahkan atau ingin dijawab. Untuk itu pembaca suatu laporan evaluasi perlu mengetahui terlebih dahulu masalah yang dikaji, ditelaah, atau hendak dijawab/dipecahkan melalui evaluasi yang dilaporkan itu.

Segi-segi mengenai evaluasi bisa mencakup beberapa hal, seperti bagaimana rumusan masalahnya, latar belakang mengapa masalah tersebut dipilih untuk dievaluasi, apa tujuan yang ingin dicapai dengan mengevaluasi masalah tersebut, dan tinjauan teori/kepustakaan/ hasil-hasil evaluasi sebelumnya yang berkaitan dengan evaluasi tersebut.

Setiap evaluasi sedikit banyak mengandung bias dari keputusan yang diambil evaluator tentang apa yang akan diuji, instrumen yang dipakai, kepada siapa akan dibicarakan, dan siapa yang mendengar, semua mempengaruhi hasil evaluasi. Bahkan latar belakang pribadi evaluator, pendidikan, dan pengalaman juga mempengaruhi cara evaluasi dilaksanakan.

Berdasarkan pada kenyataan di atas maka tidak mudah menjadi seorang evaluator, karena banyak syarat yang harus dipenuhi oleh seorang evaluator agar evaluasi yang dihasilkan benar-benar dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Seringkali evaluasi yang dibuat oleh seorang evaluator mengandung sesuatu yang bias, hal ini dapat terjadi disebabkan oleh kurangnya kemampuan dari evaluator itu sendiri maupun adanya faktor dari luar yang punya kepentingan dari evaluasi tersebut.

Suatu evaluasi agar dapat menghasilkan evaluasi yang benar-benar baik dan dapat dipercaya maka evaluasi tersebut harus dievaluasi kembali, yang kemudian kita kenal dengan evaluasi meta.

Evaluasi meta sebagai evaluasi yang lebih tinggi dapat menghasilkan suatu evaluasi yang benar-benar baik dan dapat dipercaya, maka agar dapat menemukan dan memecahkan atau menjawab masalah evaluasi diperlukan prosedur-prosedur tertentu yang bersifat metodologis. Aspek metodologis ini, dalam laporan evaluasi, biasanya berisi penjelasan tentang tipe pendekatan evaluasi yang digunakan (survei atau sensus), tahap-tahap evaluasi meta program, tehnik-tehnik untuk mencapai standar evaluasi meta (utility, feasibility, propriety dan accuracy), populasi dan sampel evaluasi meta, metode pengumpulan data dan instrumentasi, serta strategi analisis data.

E. Kontribusi Evaluasi Meta terhadap Evaluasi Program

Evaluasi meta sebagai evaluasi yang lebih tinggi sangat besar sumbangannya bagi kemajuan evaluasi program. Evaluasi meta dapat dilakukan bersama kegiatan evaluasi yang biasa atau rutin untuk perbaikan sehingga evaluasi akan bertambah baik. Jika pada evaluasi biasa kita belum menghasilkan suatu evaluasi yang baik dan dapat dipercaya karena berbagai macam faktor, baik berasal dari evaluator itu sendiri maupun dari luar maka evaluasi meta merupakan solusi terbaik dalam memecahkan masalah tersebut. Evaluasi meta dapat juga dilakukan ketika sedang mengevaluasi atau sesudah evaluasi selesai, hal ini dilaksanakan agar kita memperoleh informasi tentang apa yang telah kita lakukan.

Evaluasi meta dapat dikembangkan selagi dalam proses dengan tujuan evaluasi berikutnya dapat lebih berhasil. Evalusi meta dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Evaluasi meta dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Evaluasi meta eksternal yaitu evaluasi yang dilakukan konsultan dari luar program, dapat dipakai untuk melihat kebenaran dan menilai desain evaluasi, melihat keprogresan program, serta untuk lebih meyakinkan dan lebih dapat dipercaya. Laporan evaluasi meta internal, misalnya apabila disertai dengan laporan evaluasi meta eksternal akan manjadi lebih dipercaya. Memakai evaluator eksternal juga dapat memberikan dasar yang kuat untuk merevisi desain evaluasi dan merevisi pekerjaan yang sedang dilakukan atau melaporkan evaluasi. Apabila evaluasi sudah selesai, evaluasi ini dapat menolong Anda menentukan sejauhmana kebenaran hasil evaluasi tersebut.

Evaluasi meta dapat dipakai untuk merevisi suatu evaluasi dan juga dapat menolong kita untuk terus dapat mengikuti kegiatan proses evaluasi (keep track). Usaha evaluasi meta juga dapat membuat kita terus terlibat dan bertanggung jawab, dan akan menambah kepercayaan atas evaluasi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Evaluasi meta adalah mengevaluasi suatu evaluasi, yang dapat dilakukan bersama kegiatan evaluasi biasa atau rutin untuk perbaikan sehingga evaluasi akan bertambah baik. Evaluasi meta dapat dilakukan ketika sedang mengevaluasi atau sesudah evaluasi selesai, dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan.

Orang-orang yang patut melakukan evaluasi meta yaitu :

a. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator sendiri (original evaluator).

b. Evluasi meta dilakukan oleh pemakai evaluasi.

c. Evaluasi meta dilakukan oleh evaluator ahli

Standar evaluasi meta digolongkan menjadi tiga puluh standar atas empat domain evaluasi yaitu utility (evaluasi harus berguna dan praktis), feasibility (evaluasi harus realistik dan bijaksana), propriety (evaluasi harus dilakukan dengan legal dan etik), dan accuracy (evaluasi harus secara tehnik adekuat).

Langkah-langkah melakukan evaluasi meta sebagai berikut :

1. Siapkan satu salinan desain yang siap untuk direviu. Evaluasi meta formatif disarankan sesegera mungkin setelah desain selesai dirumuskan supaya reviu produktif.

2. Tentukan siapa yang akan melakukan evaluasi meta.

3. Pastikan bahwa ada hak untuk melakukan untuk melakukan evaluasi meta.

4. Gunakan standar atau kriteria meta evaluasi untuk melakukan evaluasi meta.

5. Gunakan kriteria atau standar evaluasi pada desain Anda.

6. Periksa kecermatan desain evaluasi (adequacy). Tidak ada satu desainpun yang sempurna. Oleh sebab itu, perlu dilihat kembali apakah desain perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi program.